Minggu, 29 September 2013

Perkembangan Bahasa_Tugas Psikologi Pendidikan


Perkembangan Bahasa
Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau simbol. Berbahasa itu sendiri merupakan proses kompleks yang tidak terjadi begitu saja. Manusia berkomunikasi lewat bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana manusia bisa menggunakan bahasa sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa. Lebih rumit dan luas mengingat ada lebih dari seribu bahasa yang ada di seluruh dunia.
Bahasa adalah bentuk aturan atau sIstem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1.    Tahap pralinguistik atau meraban (0,3 – 1 tahun)
Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal kehidupan, bayi-bayi hanya menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa, seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis yang mungkin dibuat.
Dalam hal ini, antara umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yakni, mereka mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi ini belum dapat diidentifikasi sebagai bunyi apa, tapi sudah merupakan bunyi. Pada sekitar 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babbling), yakni, mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata (Dardjowidjojo, 2010 : 197).
         Pada tahap mendekut (cooing) ini berlangsung sekitar usia 2 bulan, yakni bayi mulai membuat bunyi vokal. Bayi hanya mengeluarkan bunyi-bunyi seperti mendekut dan refleksif biasanya untuk menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya. Bayi pada tahap ini juga mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain. Kemudian seorang bayi juga mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
Bagaimanapun juga, hal yang penting adalah bahwa suara-suara bayi yang masih kecil itu secara linguistik tidaklah merupakan ucapan-ucapan yang berdasarkan organisasi fonemik dan fonetik. Bunyi-bunyi tersebut tidaklah merupakan bunyi-bunyi ujaran, tetapi barulah merupakan tanda-tanda akustik yang diturunkan oleh bayi-bayi kalau mereka menggerakkan alat-alat bicaranya dalam setiap susunan atau bentuk yang mungkin dibuat. Mereka bermain dengan alat-alat suara mereka, tetapi rabanan mereka hendaknya jangan digolongkan sebagai performansi bahasa.
2.   Tahap holofrastik  atau kalimat satu kata ( 1- 1,8 tahun)
Menurut Dardjowidjojo (2010: 197), pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monofermik (bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai diujarkan. Untuk bahaa yang kebanyakan polimorfemik, maka suku akhirlah yang diucapkan. Itu pun belum lengkap. Untuk kata ikan, misalanya anak, anak mengatakan /tan/. Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata ( one word utterance). .
Anak mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata mewakili satu atau  bahkan lebih frase atau kalimat. Kata-kata pertama yang lazim diucapkan berhubungan dengan objek-objek nyata atau perbuatan. Kata-kata yang sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Selain itu, kata tersebut mudah bagi si anak. Misalkan seorang ibu megucapkan kata “minum susu” kemudian anak itu akan menirukan dengan kata “cucu”.
Kata-kata yang mengandung konsonan bilabial (b,p,m) merupakan kata-kata yang mudah diucapkan anak-anak.Misalnya kata  mama, mimik, papa, dsb. Selain itu, kata-kata tersebut mengandung fonem “a” yang secara artikulasi juga mudah diucapkan (tinggal membuka mulut saja). Karena konsonan itu lebih mudah diucapkan.
Memahami makna kata yang diucapkan anak pada masa ini tidaklah mudah. Untuk menafsirkan maksud tuturan anak harus diperhatikan aktivitas anak itu dan unsur-unsur non-linguistik lainnya seperti gerak isyarat, ekspresi, dan benda yang ditunjuk si anak.  Sebagai contoh, anak mengatakan kata “mobil”, dapat berarti “saya mau mobil-mobilan”, “saya mau ikut naik mobil bersama ayah”, atau “saya mau minta diambilkan mobil mainan” atau bisa juga “saya main mobil-mobilan”.
Karena banyaknya kedwimaknaan dalam ujaran anak, selama tahap ini hendaknya anak-anak perlu diamati benar-benar apa yang sedang dilakukan anak-anak itu, barulah kita dapat menentukan apa yang dia maksudkan dengan yang dia ucapkan itu.
3.   Tahap Kalimat Dua Kata (1,8 – 2 tahun)
Pada tahapan ini, anak lebih banyak kemungkinan untuk menyatakan maksud dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat dua kata (Monks, 1989 :139), dengan dua holofrase yang dirangkai cepat (Tarigan, 1989:139).
Tahap ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Perbendaharaan kata terdiri atas kata benda dan kata kerja, dengan sedikit kata sifat dan kata bantu ( Mar’at, 2009: 140). Misalkan, anak mulai dapat mengucapkan “Ma, maem”, maksudnya “Mama, saya mau makan”. Pada tahap dua-kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata, tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadi nya peristiwa. Selain itu, anak bel um dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebagainya.
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai secara tepat.
4.   Tahap Perkembangan Tata Bahasa (2 – 5 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan sejumlah sarana tata bahasa, panjang kalimat bertambah (walau bukan gejala utama), ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak dan tugas (Tarigan, 1989 : 267). Penambahan dan pengayaan terhadap sejumlah dan tipe kata secara berangsur-angsur meningkat sejalan dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan anak (Rifa’i, 2011: 38).
Seorang anak mulai menguasai banyak kata dan senang bicara sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan dan suka  barcakap-cakap meski pengucapannya belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah mampu menggunakan kata sambung "sama", misalnya "ani pergi ke pasar sama ibu", untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata "aku", "saya", "kamu" dengan baik dan benar. Dengan banyaknya kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang.
Pada tahap ini juga, anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan, kesempatan, dengan "andaikan", "mungkin", "misalnya", "kalau". Perbendaharaan katanya makin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka, seperti "kenapa dia Ma?", "sedang apa dia Ma?", "mau ke mana?".
Ujaran anak-anak pada masa ini dilukiskan sebagai alat komunikasi karena perhitungan kata-kata tugas yang menyebabkan ucapan anak-anak itu berbunyi seperti kata yang ditulis oleh orang dewasa.
5.   Tahap Perkembangan Tata Bahasa menjelang Dewasa (5 – 10 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur tata bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan kongjungsi(Tarigan, 1986:267). Perbaikan dan penghalusan yang dilakukan pada periode ini mencakup belajar mengenai berbagai kekecualian dari keteraturan tata bahasa dan fonologis dalam bahasa terkait (Rifa’i, 2011: 38).
Tahap ini, perkembangan kalimat-kalimat kompleks pada tiga orang anak yang berusia dua dan tiga tahun. Konstruksi-konstruksi komplek pertama yang melibatkan komplemen-komplemen yang berfungsi sebagai NP obyek, seperti ‘saya melihat kamu duduk’, tetapi tidak ada suatu contoh tunggal suatu komplemen yang bertindak sebagai NP subyek sebelum usia tiga tahun. Kedua, tetapi tidak begitu sering, Limber mengamati anak kalimat yang mengubah nomina-nomina obyek, seperti ‘saya memperlihatkan (kepada) kamu bola yang saya peroleh’. Akan tetapi, beliau tidak pernah mengamati suatu anak kalimat yag mengikuti NP subyek. Maka adalah wajar untuk berspekulasi bahwa tiada komplementasi juga tidak ada relativasi mengikuti NP subyek itu pada kalimat-kalimat kompleks permulaan anak-anak sebab untuk menghasilkannya akan merombak kesinambungan kalimat utama, meletakkan kalimat utama, meletakkan beban yang lebih berat pada IJP (ingatan jangka pendek) serta membuat perencanaan ucapan yang lebih lengkap.
7.
Tahap Kompetensi Lengkap (11 tahun sampai dewasa)
Pada akhir masa anak-anak, perbendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa mengalami perubahan dan semakin lancar serta fasih dalam berkomunikasi. Keterampilan dan performansi tata bahasa terus berkembang kea rah tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap sebagai perwujudan dari kompetensi komunikasi (Rifa’i, 2011: 38).
Ini mengakhiri pembicaraan singkat kita mengenai tahap-tahap perkembangan yang dilalui. Dalam pembahasan tersebut disajikan hal-hal yang digunakan sebagai kerangka dasar yang harus diisi kalau sedang mendiskusikan perkembangan-perkembangan empiris dan teoritis dalam bidang pemerolehan bahasa.
Secara umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu  yakni :
a.    Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
b.    Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
c.    Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
d.    Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam. Semantik merujuk kepada makna kata atau cara yang mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata.
e.     Tata bahasa (grammar)
Tata bahasa merujuk pada penggunaan tata bahasa yanmg sudah baik dan benar.
f.     Pragmatics)
Pragmatic merujuk pada sisi komunikatif dari bahasa.ini berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik ketika berkomunikasi dengan orang laindidalamnya meliputi bagaimana mengambil kesempatan yang tepat, mencari dan menetapkan topic yang relevan, mengusahakan agar benar-benar komunikatif, bagaimana menggunakan bahasa tubuh, intonasi, suara dan menjaga konteks agar pesan-pesan verbal yang disampaikan  dapat dimaknai secara tepat oleh penerimanya.
Daftar Pustaka
Rifa’i, Ahmad dan Tri Anni, C. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolingustik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung:Rosda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar