Perkembangan Bahasa
Manusia
berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk bahasa.
Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan
tulisan, bacaan dan tanda atau simbol. Berbahasa itu sendiri merupakan proses
kompleks yang tidak terjadi begitu saja. Manusia berkomunikasi lewat bahasa
memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana manusia
bisa menggunakan bahasa sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan
yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang
pemerolehan bahasa. Lebih rumit dan luas mengingat ada lebih dari seribu bahasa
yang ada di seluruh dunia.
Bahasa
adalah bentuk aturan atau sIstem lambang yang digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk
bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara
mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui
tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi
nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah
ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim
adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang
mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian
tubuh) dengan makna yang berbeda beda.
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan
dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa
dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1.
Tahap pralinguistik atau meraban (0,3 –
1 tahun)
Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal
kehidupan, bayi-bayi hanya menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa,
seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis yang mungkin dibuat.
Dalam hal ini, antara
umur 6 sampai 8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yakni, mereka
mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi
ini belum dapat diidentifikasi sebagai bunyi apa, tapi sudah merupakan bunyi.
Pada sekitar 6 bulan mulailah anak dengan celoteh (babbling), yakni,
mengeluarkan bunyi yang berupa suku kata (Dardjowidjojo, 2010 : 197).
Pada
tahap mendekut (cooing) ini berlangsung sekitar usia 2 bulan, yakni bayi
mulai membuat bunyi vokal. Bayi
hanya mengeluarkan bunyi-bunyi seperti mendekut dan refleksif biasanya untuk
menyatakan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu
tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk
tuturan selanjutnya. Bayi pada tahap ini juga mengeluarkan bunyi-bunyi vokal
yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul
sebagai respon terhadap senyum atau ucapan ibunya atau orang lain. Kemudian
seorang bayi juga mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama.
Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
Bagaimanapun juga, hal yang penting adalah bahwa
suara-suara bayi yang masih kecil itu secara linguistik tidaklah merupakan
ucapan-ucapan yang berdasarkan organisasi fonemik dan fonetik.
Bunyi-bunyi
tersebut tidaklah merupakan bunyi-bunyi ujaran, tetapi barulah merupakan
tanda-tanda akustik yang diturunkan oleh bayi-bayi kalau mereka menggerakkan
alat-alat bicaranya dalam setiap susunan atau bentuk yang mungkin dibuat.
Mereka bermain dengan alat-alat suara mereka, tetapi rabanan mereka hendaknya
jangan digolongkan sebagai performansi bahasa.
2.
Tahap holofrastik atau kalimat satu kata ( 1- 1,8 tahun)
Menurut Dardjowidjojo
(2010: 197), pada umur sekitar 1 tahun, anak mulai mengeluarkan bunyi yang
dapat diidentifikasi sebagai kata. Untuk bahasa yang kebanyakan monofermik
(bersukukata satu) maka suku itu, atau sebagian dari suku, mulai diujarkan.
Untuk bahaa yang kebanyakan polimorfemik, maka suku akhirlah yang diucapkan.
Itu pun belum lengkap. Untuk kata ikan, misalanya anak, anak mengatakan
/tan/. Kemudian anak akan mulai berujar dengan ujaran satu kata ( one word
utterance). .
Anak mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti
yang mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata mewakili satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Kata-kata
pertama yang lazim diucapkan berhubungan dengan objek-objek nyata atau
perbuatan. Kata-kata yang sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya
berbicara berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi.
Selain itu, kata tersebut mudah bagi si anak. Misalkan seorang ibu megucapkan
kata “minum susu” kemudian anak itu akan menirukan dengan kata “cucu”.
Kata-kata yang mengandung konsonan bilabial (b,p,m)
merupakan kata-kata yang mudah diucapkan anak-anak.Misalnya kata mama, mimik, papa, dsb. Selain itu, kata-kata
tersebut mengandung fonem “a” yang secara artikulasi juga mudah diucapkan
(tinggal membuka mulut saja). Karena konsonan itu lebih mudah diucapkan.
Memahami makna kata yang diucapkan
anak pada masa ini tidaklah mudah. Untuk menafsirkan maksud tuturan anak harus
diperhatikan aktivitas anak itu dan unsur-unsur non-linguistik lainnya seperti
gerak isyarat, ekspresi, dan benda yang ditunjuk si anak. Sebagai contoh, anak mengatakan kata “mobil”, dapat berarti “saya mau mobil-mobilan”, “saya mau ikut
naik mobil bersama ayah”, atau “saya mau minta diambilkan mobil mainan”
atau bisa juga “saya main mobil-mobilan”.
Karena banyaknya kedwimaknaan dalam ujaran anak,
selama tahap ini hendaknya anak-anak perlu diamati benar-benar apa yang sedang dilakukan
anak-anak itu, barulah kita dapat menentukan apa yang dia maksudkan dengan yang
dia ucapkan itu.
3.
Tahap
Kalimat Dua Kata (1,8 – 2 tahun)
Pada tahapan ini, anak lebih banyak kemungkinan untuk
menyatakan maksud dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat dua kata (Monks,
1989 :139), dengan dua holofrase yang dirangkai cepat (Tarigan, 1989:139).
Tahap ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan
cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara. Perbendaharaan
kata terdiri atas kata benda dan kata kerja, dengan sedikit kata sifat dan kata
bantu ( Mar’at, 2009: 140). Misalkan, anak mulai dapat mengucapkan “Ma, maem”,
maksudnya “Mama, saya
mau makan”. Pada tahap dua-kata ini anak mulai mengenal berbagai
makna kata, tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan
jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadi nya peristiwa. Selain itu, anak bel um
dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu, dia, mereka, dan sebagainya.
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan
untuk menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat
sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai secara
tepat.
4.
Tahap
Perkembangan Tata Bahasa (2 – 5 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan sejumlah sarana tata
bahasa, panjang kalimat bertambah (walau bukan gejala utama), ucapan-ucapan
yang dihasilkan semakin kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak dan tugas
(Tarigan, 1989 : 267). Penambahan dan
pengayaan terhadap sejumlah dan tipe kata secara berangsur-angsur meningkat
sejalan dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan anak
(Rifa’i, 2011: 38).
Seorang anak mulai menguasai banyak kata dan senang bicara
sendiri (monolog). Sekali waktu ia akan memperhatikan kata-kata yang baru
didengarnya untuk dipelajari secara diam-diam. Mereka mulai mendengarkan dan
suka barcakap-cakap meski pengucapannya
belum sempurna. Anak seusia ini juga semakin tertarik mendengarkan cerita yang
lebih panjang dan kompleks. Jika diajak bercakap-cakap, mudah bagi mereka untuk
loncat dari satu topik pembicaraan ke yang lainnya. Selain itu, mereka sudah
mampu menggunakan kata sambung "sama", misalnya "ani pergi ke
pasar sama ibu", untuk menggambarkan dan menyambung dua situasi yang
berbeda. Pada usia ini mereka juga bisa menggunakan kata "aku",
"saya", "kamu" dengan baik dan benar. Dengan banyaknya
kata-kata yang mereka pahami, mereka semakin mengerti perbedaan antara yang
terjadi di masa lalu, masa kini dan masa sekarang.
Pada tahap ini juga, anak mulai mampu menggunakan kata-kata
yang bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan adanya rasa percaya diri yang
kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai keadaan. Mereka senang sekali
mengenali kata-kata baru dan terus berlatih untuk menguasainya. Mereka
menyadari, bahwa dengan kata-kata mereka bisa mengendalikan situasi seperti
yang diinginkannya, bisa mempengaruhi orang lain, bisa mengajak teman-temannya
atau ibunya. Mereka juga mulai mengenali konsep-konsep tentang kemungkinan,
kesempatan, dengan "andaikan", "mungkin",
"misalnya", "kalau". Perbendaharaan katanya makin banyak
dan bervariasi seiring dengan peningkatan penggunaan kalimat yang utuh.
Anak-anak itu juga makin sering bertanya sebagai ungkapan rasa keingintahuan mereka,
seperti "kenapa dia Ma?", "sedang apa dia Ma?", "mau
ke mana?".
Ujaran anak-anak pada masa ini dilukiskan sebagai alat
komunikasi karena
perhitungan kata-kata tugas yang menyebabkan ucapan anak-anak itu berbunyi
seperti kata yang ditulis oleh orang dewasa.
5.
Tahap Perkembangan Tata Bahasa menjelang Dewasa (5 –
10 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur
tata bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan
kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan kongjungsi(Tarigan,
1986:267). Perbaikan dan
penghalusan yang dilakukan pada periode ini mencakup belajar mengenai berbagai
kekecualian dari keteraturan tata bahasa dan fonologis dalam bahasa terkait
(Rifa’i, 2011: 38).
Tahap ini, perkembangan kalimat-kalimat kompleks pada tiga orang
anak yang berusia dua dan tiga tahun. Konstruksi-konstruksi komplek pertama
yang melibatkan komplemen-komplemen yang berfungsi sebagai NP obyek, seperti
‘saya melihat kamu duduk’, tetapi tidak ada suatu contoh tunggal suatu
komplemen yang bertindak sebagai NP subyek sebelum usia tiga tahun. Kedua,
tetapi tidak begitu sering, Limber mengamati anak kalimat yang mengubah
nomina-nomina obyek, seperti ‘saya memperlihatkan (kepada) kamu bola yang saya
peroleh’. Akan tetapi, beliau tidak pernah mengamati suatu anak kalimat yag
mengikuti NP subyek. Maka adalah wajar untuk berspekulasi bahwa tiada
komplementasi juga tidak ada relativasi mengikuti NP subyek itu pada
kalimat-kalimat kompleks permulaan anak-anak sebab untuk menghasilkannya akan
merombak kesinambungan kalimat utama, meletakkan kalimat utama, meletakkan
beban yang lebih berat pada IJP (ingatan jangka pendek) serta membuat
perencanaan ucapan yang lebih lengkap.
7.Tahap Kompetensi Lengkap (11 tahun sampai dewasa)
7.Tahap Kompetensi Lengkap (11 tahun sampai dewasa)
Pada akhir masa anak-anak, perbendaharaan kata terus
meningkat, gaya bahasa mengalami perubahan dan semakin lancar serta fasih dalam
berkomunikasi. Keterampilan dan performansi tata bahasa terus berkembang kea
rah tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap sebagai perwujudan dari
kompetensi komunikasi (Rifa’i, 2011: 38).
Ini mengakhiri pembicaraan singkat kita mengenai
tahap-tahap perkembangan yang dilalui. Dalam pembahasan tersebut disajikan
hal-hal yang digunakan sebagai kerangka dasar yang harus diisi kalau sedang
mendiskusikan perkembangan-perkembangan empiris dan teoritis dalam bidang
pemerolehan bahasa.
Secara
umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu yakni :
a.
Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan
bunyi-bunyi yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah
dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode
berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur
bahasa yang dipelajarinya.
b.
Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang
menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan
gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan
apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia
sepuluh tahun.
c.
Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan
tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu
melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan
cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
d.
Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan
gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam.
Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia
memakai kata tersebut untuk semua jenis jam. Semantik merujuk kepada makna kata atau cara yang
mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata.
e. Tata
bahasa (grammar)
Tata bahasa merujuk pada penggunaan
tata bahasa yanmg sudah baik dan benar.
f.
Pragmatics)
Pragmatic merujuk pada sisi komunikatif
dari bahasa.ini berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik
ketika berkomunikasi dengan orang laindidalamnya meliputi bagaimana mengambil
kesempatan yang tepat, mencari dan menetapkan topic yang relevan, mengusahakan
agar benar-benar komunikatif, bagaimana menggunakan bahasa tubuh, intonasi,
suara dan menjaga konteks agar pesan-pesan verbal yang disampaikan dapat
dimaknai secara tepat oleh penerimanya.
Daftar
Pustaka
Rifa’i,
Ahmad dan Tri Anni, C. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes
Press.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolingustik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung:Rosda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar