Minggu, 29 September 2013

Potret Pendidikan di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Perekonomian Indonesia semakin tak menentu, Krisis multi dimensional yang terus membelenggu negara kita tak kunjung ada ujungnya, belum nampak adanya tanda-tanda Bangsa kita akan terbebas dari krisis multidimensional ini. Kehidupan masyarakat semakin menderita. Segala jenis kebutuhan sudah tak terjangkau lagi oleh masyarakat miskin. Kelaparan terjadi di banyak tempat di Indonesia, masalah kesehatan, pendidikan juga merupakan masalah bangsa ynag belum dapat ditemukan solusinya. Biaya untuk kesehatan dan pendidikan semakin mahal. Untuk mejadikan Negara kita sebagai Negara yang maju, berhasil dibutuhkan generasi penerus yang sehat dan berwawasan luas.
Pendidikan sebagai salah satu elemen yang sangat penting dalam mencetak generasi penerus bangsa juga masih jauh dari yang diharapkan. Masalah disana-sini masih sering terjadi. Namun yang paling jelas adalah masalah mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau bagi masyarakat dikalangan bawah. Seharusnya pendiikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi salah satu tujuan Negara kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini mempunyai konsekuensi bahwa Negara harus menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan yang layak.Maka tentu saja Negara dalam hal ini Pemerintah harus mengusahakan agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya.
Pendidikan di Indonesia masih meupakan investasi yang mahal sehingga diperlukan perencanaan keuangan serta disiapkan dana pendidikan sejak dini. Setiap keluarga harus memiliki perencanaan terhadap keluarganya sehingga dengan adanya perencanaan keuangan sejak awal maka pendidikan yang diberikan pada anak akan terus sehingga anak tidak akan putus sekolah. Tanggung jawab orang tua sangatlah berat karena harus membiayai anak sejak dia lahir sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Mahalnya biaya pendidikan sekarang ini dan banyak masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu peduli atau memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya, sehingga membuat anak putus sekolah, anak tersebut hanya mendapat pendidikan sampai pada jenjang sekolah menengah pertama artau sekolah menengah keatas. Padahal pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Jika masalah ini tidak mendapat perhatian maka program tersebut tidak akan terealisasi. Banyak anak yang putus sekolah karena orang tua tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.
1.2.  Rumusan Masalah
Agar makalah ini mudah dipahami, maka penyusun membatasi permasalahannya, antara lain :
a.      Bagaimana potret pendidikan sekolah menengah atas di Indonesia?
b.     Bagaimana kasus yang terjadi seputar mahalnya pendidikan di Indonesia?l
c.      Mengapa pendidikan di Indonesia mahal?
d.     Apa dampak mahalnya pendidikan di Indonesia?
e.      Bagaimana solusi masalah mahalnya pendidikan di Indonesia?
1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
a.      Mengetahui potret pendidikan sekolah menengah atas di Indonesia.
b.     Mengetahui kasus yang terjadi seputar mahalnya pendidikan di Indonesia.
c.      Mengetahui alasan pendidikan di Indonesia mahal.
d.     Mengetahui dampak mahalnya pendidikan di Indonesia.
e.      Mengetahui solusi masalah mahalnya pendidikan di Indonesia.
1.4.  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :
a.       Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa tentang potret pendidikan di Indonesia yang sebenarnya dan dapat berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah seputar biaya pendidikan Indonesia
b.       Dengan adanya makalah ini pemerintah dapat merenungkan kembali masalah yang sedang terjadi dalam pendidikan Indonesia dan dapat menemukan solusi yang lebih mutakhir untuk menyelesaikannya.
c.       Diharapkan makalah ini juga dapat memberikan renungan dan pemikiran baru bagi sekolah-sekolah di Indonesia sehingga lebih bijak dalam merancang dan menetapkan anggaran pendidikan yang dibebankan kepada wali murid.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Potret Pendidikan Sekolah Menengah Atas di Indonesia
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan institusi pendidikan  merupakan motor penggerak bagi pembangunan bangsa. Namun, banyak dijumpai institusi-institusi pendidikan masih belum bisa menghasilkan SDM yang berkualitas yang sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan. Padahal, mayoritas institusi pendidikan Indonesia berdalih meningkatkan anggaran pendidikan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri. Terlihat sebuah ketimpangan yang sangat mencolok, yaitu mahalnya pendidikan di Indonesia terutama untuk jenjang SMA dan buruknya kualitas SDM yang dihasilkan. Seharusnya dengan anggaran pendidikan yang sudah ditentukan tersebut, institusi-institusi pendidikan di indonesia mampu menyeimbangkan antara kualitas dan dana yang dikeluarkan.
Rendahnya kualitas pendidikan berbanding terbalik dengan Tingginya jumlah dana yang dikeluarkan untuk SMA. Sehingga hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi jumlah angka usia sekolah. Untuk  tingkat SMA, dapat dicontohkan di kota Serang, Banten jumlah anak yang tidak sekolah lebih tinggi dari yang melanjutkan sekolah. Jumlah siswa yang tidak sekolah tingkat SMA d Banten itu sangat inggi, warga usia sekolah tingkat SMA yang tidak bersekolah saat ini mencapi 600 ribu orang  Sedangkan untuk warga yang bersekolah hanya sekitar 285 ribu orang.
Mahalnya biaya pendidikan memang masih jelas menjadi kendala utama bagi masyarakat miskin untuk memperoleh pendidikan sehingga dikhawatirkan hanya anak-anak keluarga yang kaya yang dapat menikmatinya (Nandika, 2004). Padahal, Pasal 31 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan Ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Perintah UUD 1945 ini diperkuat lagi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 5 Ayat 1), bahkan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 Ayat 1). Dalam kaitan ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun (Pasal 11 Ayat 2).
Sebenarnya besar dan kecilnya subsidi pemerintah itulah yang membuat mahal atau murahnya biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh orang tua atau masyarakat. Apabila kita menginginkan biaya pendidikan tidak mahal maka subsidi pemerintah harus besar. Salah satu contoh yang dapat kita kaji adalah Sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati Serang yang berisi besaran biaya maksimal yang harus dibayar oleh orang tua murid sebesar Rp1.750.000 dengan rincian Investsi sebesar Rp500.000, operasional Rp1.200.000, dan biaya personal sebesar Rp50.000.
Pada kenyataannya, alasan dibalik melambungnya biaya pendidikan di Indonesia salah satunya adalah terlambatnya pencairan dana bantuan pemerintah yang selalu menghambat operasional sekolah, sehingga untuk menutupinya mereka perlu sumbangan dana dari masyarakat atau keluarga dari rombongan belajar tersebut. Memang hal itu benar adanya, apalagi sekolah-sekolah swasta, keterlambatan pencairan dana dari pemerintah sangat menghambat operasional sekolah. Lembaga-lembaga pendidikan swasta tentunya sangat membutuhkan dana tersebut untuk membayar honor guru, dan dana operasional sekolah lainnya.
 Untuk itu pemerintah perlu segera menekan biaya pendidikan serendah-rendahnya supaya terjangkau oleh keluarga miskin Indonesia yang kelihatannya semakin meningkat, sehingga tidak akan muncul kemiskinan yang sifatnya struktural. Dan hanya yang kaya yang mendapat pendidikan yang baik, sementara yang miskin hanya bisa mengenyam pendidikan yang kurang baik, bahkan terkesan sangat buruk.
Usaha untuk menjadikan pendidikan tidak mahal sebenarnya sudah dilaksanakan pemerintah Indonesia, baik dengan meningkatkan subsidi maupun membangkitkan partisipasi masyarakat. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Ketentuan semacam ini juga ada dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Sangat disayangkan, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan ketentuan ini. Seandainya saja ketentuan UU dan UUD tersebut direalisasi maka sebagian permasalahan tentang mahalnya biaya pendidikan di negara kita tentu akan teratasi.
Usaha kedua yang sudah dicoba oleh pemerintah ialah membangkitkan peran serta masyarakat melalui dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite sekolah/madrasah di tingkat sekolah. Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin eksistensi dan perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk membantu sekolah, termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak. Sekarang hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi sudah dibentuk lembaga yang disebut dewan pendidikan; di samping komite sekolah/madrasah yang dibentuk pada banyak sekolah. Sayangnya, banyak dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah yang tidak dapat menjalankan fungsinya secara benar. Banyak dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah hanya menjadi aksesori saja. Hal ini berbeda dengan program yang dijalankan oleh Jepang, dan Australia. Mereka  memiliki pengalaman bagus untuk membuat biaya pendidikan tidak mahal bagi masyarakat. Dengan mengembangkan konsep CBE, Community-Based Education, maka pemerintah melibatkan tokoh masyarakat, kaum bisnis, pengusaha, dan kaum berduit lainnya dalam urusan pendidikan. Mereka diminta membantu pemikiran, gagasan, dan dana untuk mengembangkan pendidikan baik melalui komite sekolah (school committee), dewan pendidikan (board of education), atau secara langsung berhubungan dengan pihak sekolah. Banyak hasil yang dipetik dari program ini.
2.2.      Kasus Biaya Pendidikan yang Mahal
Beberapa kasus di bawah ini menjadi cermin mahalnya pendidikan di Indonesia, yaitu:
a.    Kabupaten Biak Numfor, Papua
Sejumlah orang tua siswa di Kabupaten Biak Numfor, Papua mengeluhkan besarnya punggutan biaya pendidikan yang dikutip berbagai sekolah pada penerimaan murid baru tahun ajaran 2011/2012. Pungutan ini berkisar Rp500.000, hingga Rp3.000.000. Berbagai punggutan biaya pendidikan siswa baru di antaranya untuk membeli pakaian seragam, buku paket, biaya masa orientasi siswa, pakaian olahraga, batik, topi, dasi hingga hingga membayar kartu pelajar. Orangtua murid berharap kalangan Dinas Pendidikan maupun DPRD dapat melakukan investigasi terhadap punggutan biaya pendidikan pada waktu pendaftaram siswa baru tahun ajaran 2011/2012. Biaya pungutan pendidikan dapat dilakukan panitia maupun pihak sekolah pada calon siswa baru, namun diharapkan tidak memberatkan orang tua siswa.
b.   SMAN wilayah Jawa Timur
Berdasarkan hasil skripsi dari Sunarni, Universitas Negeri Malang (Program Studi Manajemen Pendidikan, 2007) tentang analisis perbedaan pembiayaan pendidikan siswa sekolah menengah atas negeri berdasarkan geografi ekonomi di Propinsi Jawa Timur menyatakan bahwa besar biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa SMAN di Jawa Timur rata-rata per tahun biaya langsung Rp7.726.667 dan biaya tak langsung  Rp3.213.333 sehingga biaya pendidikan Rp10.940.000. Jika 3 tahun menempuh pendidikan menengah untuk biaya langsung  Rp23.180.000 dan biaya tak langsung  Rp9.640.000, sehingga biaya pendidikan sebesar  Rp32.820.000.
Untuk penyebab mahalnya biaya pendidikan itu sendiri seperti, biaya pendaftaran ketika masuk (SMAN), uang pangkal masuk sekolah/pembangunan gedung, daftar ulang pada waktu kenaikan kelas, instrumen kegiatan belajar mengajar, biaya SPP, biaya praktikum, ujian teori, ujian praktek, biaya buku pelajaran/latihan/LKS, langganan majalah, biaya pengambilan ijazah, dan legalisir.

2.3.      Penyebab Biaya Pendidikan yang Mahal
Berdasarkan permasalahan yang sudah dijabarkan sebelumnya, secara umum faktor penyebab melambungnya biaya pendidikan di Indonesia adalah:
a.    Gaji Guru dan Pegawai
Sama dengan gaji/penghasilan profesi lainnya, gaji guru dan karyawan sekolah hampir pasti juga selalu naik setiap tahun. Walaupun prosentase kenaikan tidak tinggi tetapi apabila dikalikan seluruh guru dan karyawan tetntu saja akan berpengaruh besar terhadap anggaran.
b.   Biaya Gedung
Biaya pembangunan/renovasi gedung yang menghabiskan ratusan juta rupiah itu biasanya menjadi tanggungan para wali murid. Kronologisnya setiap tahun ajaran baru, sekolah selalu membuat rencana pembangunan/renovasi gedung. Sebagai contoh setelah dihitung nominalnya Rp500.000.000. Dari jumlah itu kemudian dibagi dengan jumlah seluruh siswa baru yang masuk, misalnya saja ada 500 siswa maka setiap wali murid dikenakan beban sebesar Rp1.000.000. Sebagai catatan, kronologis semacam itu berlaku untuk sekolah yang 100% mengandalkan pembiayaan dari wali murid.
Di beberapa sekolah, pembiayaan gedung semacam ini biasanya juga dibantu oleh pemda, investor, atau dari hasil usaha sekolah. Instrumen KBM Sekolah yang baik, umumnya memiliki instrumen kegiatan belajar mengajar (KBM) yang lengkap. Maksud instrumen di sini adalah alat peraga atau pelengkap kegiatan belajar mengajar. Termasuk di antaranya laboratorium IPA, laboratorium komputer, Lapangan olahraga, kolam renang, sound sistem, VCD player, televisi, tape recorder, handycam, dll. Pengadaan instrumen semacam ini tidak jarang juga dibebankan oleh sekolah kepada wali murid.
c.    Seragam Sekolah
Untuk siswa yang reguler, seragam sudah menjadi kewajiban. Hampir tiap tahun orang tua mengeluarkan anggaran ekstra untuk pengadaan seragam sekolah anak-anaknya. Biasanya, sekolah tidak menerapkan satu stel saja tetapi tiga stel dengan motif dan warna yang berbeda-beda untuk dipakai selama seminggu serta satu stel seragam olahraga. Wali murid pun terkadang tidak leluasa untuk membeli bahan seragam dari luar. Artinya, mau tidak mau mereka harus membeli bahan seragam dari sekolah yang harganya jauh lebih mahal daripada beli di luar sekolah.
d.   Buku Pelajaran
Setali tiga uang dengan seragam sekolah, buku-buku pelajaran pun hampir setiap tahun berganti-ganti. Bukan karena buku yang lama tidak bagus, tapi kembali pada memanfaatkan kesempatan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena bonus yang besar dari pihak penerbit buku, sekolah pun memaksakan siswanya membeli buku tertentu. Buku-buku yang ditentukan pun biasanya tidak ada di toko buku, kalau pun ada siswa tetap tidak diperbolehkan membeli buku di luar.
e.    Daftar Ulang
Sekolah mewajibkan setiap siswanya melakukan daftar ulang saat pergantian tahun ajaran atau kenaikan kelas. Sebenarnya tidak ada hal yang sangat penting mengenai proses daftar ulang ini selain motif mencari dana segar. Sekolah sengaja membuat pos-pos daftar pengeluaran selama setahun yang seringkali hanya sekedar rekayasa saja. Karena sebenarnya pos-pos itu sudah dibiayai oleh SPP bulanan. Namun, wali murid sering tidak menyadari hal itu dan kebanyakan tidak mau tahu.
f.    Program Sekolah
Poin terakhir ini memang sifatnya temporer. Terkadang ada terkadang tidak. Tapi sekali diadakan, maka dapat dipastikan akan menelan anggaran yang besar. Program-program seperti ini umumnya tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar. Alih-alih ingin rekreasi pihak sekolah mewajibkan siswanya mengikuti kegiatan study tour. Selain itu ada juga perkemahan, kegiatan ekstrakurikuler, studi banding, praktek lapangan, kegiatan keagamaan, dll.
Itulah beberapa hal yang menyebabkan pembiayaan sekolah semakin hari terasa semakin mahal. Namun karena masing-masing sekolah memiliki program dan kebijakan yang berbeda, bisa saja ada yang lebih dari itu atau bahkan kurang.
2.4.      Dampak mahalnya biaya pendidikan di Indonesia
Secara umum, dampak dari mahalnya biaya pendidikan adalah:
a.    Lemahnya Sumber Daya Manusia
Salah satu sektor strategis dalam usaha pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia adalah sektor pendidikan. Sektor pendidikan ini memberikan peran yang sangat besar dalam menentukan kualitas dan standar SDM di Indonesia untuk membangun Indonesia yang lebih baik kedepannya. Sebagai salah satu entity atau elemen yang terlibat secara langsung dalam dunia pendidikan, pelajar merupakan pihak yang paling merasakan seluruh dampak dari perubahan yang terjadi pada sektor pendidikan di Indonesia. Tak peduli apakah dampak tersebut baik atau buruk.
Permasalahan yang ikut membawa dampak sangat besar pada pelajar adalah permasalahan mengenai mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Permasalahan ini dinilai sebagai permasalahan klasik yang terus muncul kepermukaan dan belum selesai hingga sekarang. Padahal, tingginya biaya pendidikan saat ini tidak sesuai dengan mutu atau kualitas serta output pendidikan itu sendiri. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari masih tingginya persentase pengangguran terdidik (Sarjana) yaitu sekitar 1,1 juta orang (Data BPS - 2009). Penyebab banyaknya pengangguran terdidik ini terlihat beragam dan menjadi semakin ironis jika dilihat dari mahalnya seorang pelajar (terdidik) telah membayar uang kuliah atau uang sekolah mereka.

b.   Lemahnya Taraf Ekonomi Masyarakat
Pendidikan memiliki daya dukung yang representatif atas pertumbuhan ekonomi. Tyler mengungkapkan bahwa pendidikan dapat meningkatkan produktivitas kerja seseorang, yang kemudia akanmeningkatakan pendapatannya. Peningkatan pendapatan ini berpengaruh pula kepada pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk kemudian akan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah. Sementara itu Jones melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Jones melihat, bahwa pendidikan memiliki suatu kemampuan untuk menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja potensial, dan menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya yang akan memacu tingkat produktivitas tenaga kerja, yang secara langsung akan meningkatakan pendapatan nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan dengan pendapatan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun. Sementara itu Vaizey melihat pendidikan menjdi sumber utama bakat-bakat terampil dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediddan tenaga kerja. Ini harus menjadi dasar untuk perencanaan pendidikan, karena pranata ekonomi membutuhkan tenaga- tenaga terdidik dan terlatih.
Permasalahan yang dihadapai adalah jarang ada ekuivalensi yang kuat antara pekerjaan dan pendidikan yang dibutuhkan yang mengakibatkan munculnya pengangguran terdidik dant erlatih. Oleh karena itu, pendidikan perlu mengantisipasi kebutuhan. Ia harus mampu memprediksi dan mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja. Prediksi ketenagakerjaan sebagai dasar dalam perencanaan pendidikan harus mengikuti pertumbuhan ekonomi yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan sosial ekonomi dari pemerintah.

c.    Kurangya Kesadaran Masyarakat Akan Kesehatan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Pada jenjang pendidikan tinggi, peran pendidikan sangat sentral dalam menghasilkan output-output yang akan berkontribusi untuk mentransformasikan pengetahuan kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk mereflesikan dan mengimplementasikan manajeman kesehatan yang berkualitas, saat ini telah banyak pendidikan-pendidikan tinggi baik universitas maupun institusi yang telah membuka program kesehatan seperti jurusan kedokteran, manajemen kesehatan, keperawatan, dan sebagainya. Dengan adanya program seperti ini diharapkan terlahir generasi-generasi baru yang paham dan memiliki kemampuan serta kredibiolitas dalam menguapayakan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, pendidikan tinggi diantaranya universitas merupakan pendidikan tertinggi yang bertugas memberikan pengabdian kepada masyarakat dalam berbagai bentuk yang bermanfaat. Dalam hal ini, jurusan dari berbagai pendidikan kesehatan dalam melakukan program pengabdian masyarakat seperti pengobatan gratis dan sebagainya yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam membantu masyarakat yang membutuhkan mendapatkan pemeriksaan kesehatan.

2.5.      Solusi Meminimalisasi Biaya Pendidikan
Berdasarkan faktor penyebab mahalnya pendidikan di Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah maupun masyarakat sebagai berikut:
a.    Memperbesar dana APBN untuk pendidikan, yaitu sesuai dengan undang-undang sebesar      20% dari total APBN. Dengan meningkatnya dan adari APBN dapat menutup biaya yang diperlukan sehingga tidak terlalu memberatkan wali murid.
b.   Dinas Pendidikan terkait melakukan investigasi terhadap pungutan biaya pendidikan pada waktu pendaftaran, sehingga tidak memberatkan orang tua murid.
c.    Melibatkan unsur masyarakat, terutama mereka yang mampu secara ekonomi. Seperti yang kita tahu bahwa sekolah tidak akan lepas dari hubungan dengan masyarakat sehingga sekolah dapat lebih meningkatkan hubungan tersebut dengan menjalin kerjasama dengan tokoh-tokoh atau pengusaha masyarakat sekitar sehingga dapat menghimpun dana atau program yang dapat membantu meminimalisasi biaya pendidikan.
d.   Masalah fasilitas atau program sekolah yang dapat membengkakkan biaya pendidikan, dapat diselesaikan dengan cara pengaturan dalan pembuatan kebijakan sekolah yang lebih ramping lagi. Sekolah harus merinci kegiatan atau fasilitas apa saja yang bersifat primer dan sekunder. Sehingga tidak ada biaaya yang terbuang sia-sia. Seperti halnya biaya buku, seragam, study tour memang harus dipilah dengan hati-hati.







BAB III
PENUTUP

3.1.      Simpulan
Berdasarkan paparan mengenai biaya pendidikan di Indonesia, dapat disimpulkan:
a.    Terlihat sebuah ketimpangan yang sangat mencolok, yaitu mahalnya pendidikan di Indonesia terutama untuk jenjang SMA dan buruknya kualitas SDM yang dihasilkan. Mayoritas institusi pendidikan Indonesia berdalih meningkatkan anggaran pendidikan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri.
b.   Contoh kasus mahalnya pendidikan Idnonesia adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Biak Numfor, Papua dan SMAN wilayah Jawa Timur.
c.    Secara umum faktor penyebab melambungnya biaya pendidikan di Indonesia adalah: gaji guru dan pegawai, biaya gedung, seragam sekolah, buku pelajaran, daftar ulang dan program sekolah.
d.   Secara umum, dampak dari mahalnya biaya pendidikan adalah: lemahnya sumber daya manusia, lemahnya taraf ekonomi masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan.
e.    Berdasarkan faktor penyebab mahalnya pendidikan di Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah maupun masyarakat adalah: memperbesar dana APBN untuk pendidikan, Dinas Pendidikan terkait melakukan investigasi terhadap pungutan biaya pendidikan pada waktu pendaftaran, sehingga tidak memberatkan orang tua murid, melibatkan unsur masyarakat, terutama mereka yang mampu secara ekonomi, sekolah harus merinci kegiatan atau fasilitas apa saja yang bersifat primer dan sekunder.

3.2.      Saran
a.   Pemerintah yang seharusnya menjamin pendidikan seluruh warga negara sesuai dengan UUD 1945 seharusnya juga memberi pendanaan terhadap sekolah- sekolah yang berlabel swasta karena pendidikan di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh sekolah- sekolah negeri bahkan pendidikan di Indonesia hampir 70% dilakukan oleh instansi swasta. Jadi pemerintah seharusnya mengalokasikan 20% biaya pendidikan itu untuk semua instansi.
b.   Pejabat Departemen Pendidikan Nasional di Jawa Timur, memberikan patokan-patokan dalam hal pembiyaan pendidikan dan memberikan subsidi kepada siswa yang pandai tetapi dalam ekonomi keluarga kurang.


DAFTAR PUSTAKA

Sidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sunarni. 2007. “Analisis perbedaan pembiayaan pendidikan siswa sekolah menengah atas negeri berdasarkan geografi ekonomi di Propinsi Jawa Timur”. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Malang. Malang.
Kadir, Abdul. 2010. Duh! Biaya Pendidikan Kita. (Online). Tersedia: http://www.jeo1.blogspot.com/#artikel6. Diakses 25 Mei 2013
Nachrowi, Djalal Nachrowi. 2003.Pendidikan Mahal, Siapa Bertanggung Jawab?”. dalam Kompas. Jakarta. Edisi Selasa, 24 Juni.
Nandika, Doni. 2004. “Dana Penuntasan Wajib Belajar, Seberapa Besar?”. dalam Kompas. Edisi Senin, 04 Oktober.
Widodo, Winarso Drajad . 2003. “Selamat Datang Pendidikan Mahal”. dalam Kompas. Edisi Kamis, 01 Mei.
Antara. 2011. Warga Biak Keluhkan Mahalnya Biaya Pendidikan yang Dikutip Sekolah. (Online). Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/07/11/lo5ae7-warga-biak-keluhkan-mahalnya-biaya-pendidikan-yang-dikutip-sekolah. Diakses: 25 Mei 2013.