BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian
Indonesia semakin tak menentu, Krisis multi dimensional yang terus membelenggu
negara kita tak kunjung ada ujungnya, belum nampak adanya tanda-tanda Bangsa
kita akan terbebas dari krisis multidimensional ini. Kehidupan masyarakat
semakin menderita. Segala jenis kebutuhan sudah tak terjangkau lagi oleh
masyarakat miskin. Kelaparan terjadi di banyak tempat di Indonesia, masalah
kesehatan, pendidikan juga merupakan masalah bangsa ynag belum dapat ditemukan
solusinya. Biaya untuk kesehatan dan pendidikan semakin mahal. Untuk mejadikan
Negara kita sebagai Negara yang maju, berhasil dibutuhkan generasi penerus yang
sehat dan berwawasan luas.
Pendidikan
sebagai salah satu elemen yang sangat penting dalam mencetak generasi penerus
bangsa juga masih jauh dari yang diharapkan. Masalah disana-sini masih sering
terjadi. Namun yang paling jelas adalah masalah mahalnya biaya pendidikan
sehingga tidak terjangkau bagi masyarakat dikalangan bawah. Seharusnya
pendiikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi salah satu tujuan Negara kita adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini mempunyai konsekuensi bahwa Negara harus
menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh
pengajaran dan pendidikan yang layak.Maka tentu saja Negara dalam hal ini
Pemerintah harus mengusahakan agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh
rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang paling utama dalam
kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah lagi karena dilihat dari
penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya.
Pendidikan
di Indonesia masih meupakan investasi yang mahal sehingga diperlukan
perencanaan keuangan serta disiapkan dana pendidikan sejak dini. Setiap
keluarga harus memiliki perencanaan terhadap keluarganya sehingga dengan adanya
perencanaan keuangan sejak awal maka pendidikan yang diberikan pada anak akan
terus sehingga anak tidak akan putus sekolah. Tanggung jawab orang tua
sangatlah berat karena harus membiayai anak sejak dia lahir sampai ke jenjang
yang lebih tinggi. Mahalnya biaya pendidikan sekarang ini dan banyak masyarakat
yang berada dibawah garis kemiskinan sehingga tidak begitu peduli atau
memperhatikan pentingnya pendidikan bagi sang buah hatinya, sehingga membuat
anak putus sekolah, anak tersebut hanya mendapat pendidikan sampai pada jenjang
sekolah menengah pertama artau sekolah menengah keatas. Padahal pemerintah
ingin menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Jika masalah ini tidak mendapat
perhatian maka program tersebut tidak akan terealisasi. Banyak anak yang putus
sekolah karena orang tua tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.
1.2. Rumusan Masalah
Agar makalah ini mudah
dipahami, maka penyusun membatasi permasalahannya, antara lain :
a.
Bagaimana
potret pendidikan sekolah menengah atas di Indonesia?
b.
Bagaimana
kasus yang terjadi seputar mahalnya pendidikan di Indonesia?l
c.
Mengapa
pendidikan di Indonesia mahal?
d.
Apa
dampak mahalnya pendidikan di Indonesia?
e.
Bagaimana
solusi masalah mahalnya pendidikan di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah:
a.
Mengetahui
potret pendidikan sekolah menengah atas di Indonesia.
b.
Mengetahui
kasus yang terjadi seputar mahalnya pendidikan di Indonesia.
c.
Mengetahui
alasan pendidikan di Indonesia mahal.
d.
Mengetahui
dampak mahalnya pendidikan di Indonesia.
e.
Mengetahui
solusi masalah mahalnya pendidikan di Indonesia.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat dari makalah ini adalah :
a.
Diharapkan
makalah ini dapat menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa tentang potret
pendidikan di Indonesia yang sebenarnya dan dapat berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah seputar biaya pendidikan Indonesia
b.
Dengan
adanya makalah ini pemerintah dapat merenungkan kembali masalah yang sedang
terjadi dalam pendidikan Indonesia dan dapat menemukan solusi yang lebih
mutakhir untuk menyelesaikannya.
c.
Diharapkan
makalah ini juga dapat memberikan renungan dan pemikiran baru bagi
sekolah-sekolah di Indonesia sehingga lebih bijak dalam merancang dan
menetapkan anggaran pendidikan yang dibebankan kepada wali murid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Potret Pendidikan Sekolah Menengah Atas di Indonesia
Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dihasilkan institusi pendidikan merupakan motor penggerak bagi pembangunan
bangsa. Namun, banyak dijumpai institusi-institusi pendidikan masih belum bisa
menghasilkan SDM yang berkualitas yang sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan.
Padahal, mayoritas institusi pendidikan Indonesia berdalih meningkatkan
anggaran pendidikan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri.
Terlihat sebuah ketimpangan yang sangat mencolok, yaitu mahalnya pendidikan di
Indonesia terutama untuk jenjang SMA dan buruknya kualitas SDM yang dihasilkan.
Seharusnya dengan anggaran pendidikan yang sudah ditentukan tersebut,
institusi-institusi pendidikan di indonesia mampu menyeimbangkan antara
kualitas dan dana yang dikeluarkan.
Rendahnya
kualitas pendidikan berbanding terbalik dengan Tingginya jumlah dana yang
dikeluarkan untuk SMA. Sehingga hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi jumlah
angka usia sekolah. Untuk tingkat SMA, dapat dicontohkan di kota Serang, Banten jumlah anak yang tidak sekolah lebih tinggi dari yang
melanjutkan sekolah. Jumlah siswa yang tidak sekolah tingkat SMA d Banten itu
sangat inggi, warga usia sekolah tingkat SMA yang tidak bersekolah saat ini
mencapi 600 ribu orang Sedangkan untuk
warga yang bersekolah hanya sekitar 285 ribu orang.
Mahalnya
biaya pendidikan memang masih jelas menjadi kendala utama bagi masyarakat
miskin untuk memperoleh pendidikan sehingga dikhawatirkan hanya anak-anak
keluarga yang kaya yang dapat menikmatinya (Nandika, 2004). Padahal, Pasal 31
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan, dan Ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Perintah
UUD 1945 ini diperkuat lagi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 5 Ayat
1), bahkan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasal 6 Ayat 1). Dalam kaitan ini,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun (Pasal 11 Ayat 2).
Sebenarnya besar dan kecilnya subsidi pemerintah itulah yang membuat mahal
atau murahnya biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh orang tua atau
masyarakat. Apabila kita menginginkan biaya pendidikan tidak mahal maka subsidi
pemerintah harus besar. Salah satu contoh yang dapat kita kaji adalah Sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati Serang yang berisi besaran biaya maksimal yang harus dibayar
oleh orang tua murid sebesar Rp1.750.000 dengan rincian
Investsi sebesar Rp500.000, operasional Rp1.200.000, dan biaya personal sebesar
Rp50.000.
Pada
kenyataannya, alasan dibalik melambungnya biaya pendidikan di Indonesia salah
satunya adalah terlambatnya pencairan dana bantuan pemerintah yang selalu menghambat
operasional sekolah, sehingga untuk menutupinya mereka perlu sumbangan dana
dari masyarakat atau keluarga dari rombongan belajar tersebut. Memang hal itu benar adanya, apalagi sekolah-sekolah swasta, keterlambatan
pencairan dana dari pemerintah sangat menghambat operasional sekolah.
Lembaga-lembaga pendidikan swasta tentunya sangat membutuhkan dana tersebut
untuk membayar honor guru, dan dana operasional sekolah lainnya.
Untuk itu pemerintah perlu segera
menekan biaya pendidikan serendah-rendahnya supaya terjangkau oleh keluarga
miskin Indonesia yang kelihatannya semakin meningkat, sehingga tidak akan
muncul kemiskinan yang sifatnya struktural. Dan hanya yang kaya yang mendapat
pendidikan yang baik, sementara yang miskin hanya bisa mengenyam pendidikan
yang kurang baik, bahkan terkesan sangat buruk.
Usaha untuk menjadikan pendidikan tidak mahal sebenarnya sudah dilaksanakan
pemerintah Indonesia, baik dengan meningkatkan subsidi maupun membangkitkan
partisipasi masyarakat. Dalam Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas disebutkan bahwa
dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Ketentuan semacam ini juga ada
dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Sangat disayangkan, pemerintah tidak
konsisten dalam menjalankan ketentuan ini. Seandainya saja ketentuan UU dan UUD
tersebut direalisasi maka sebagian permasalahan tentang mahalnya biaya
pendidikan di negara kita tentu akan teratasi.
Usaha kedua yang sudah dicoba oleh pemerintah ialah membangkitkan peran
serta masyarakat melalui dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite
sekolah/madrasah di tingkat sekolah. Dalam Pasal 56 ayat (2) dan (3) dijamin
eksistensi dan perlunya dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah untuk
membantu sekolah, termasuk mengatasi mahalnya pendidikan bagi rakyat banyak.
Sekarang hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi sudah dibentuk lembaga
yang disebut dewan pendidikan; di samping komite sekolah/madrasah yang dibentuk
pada banyak sekolah. Sayangnya, banyak dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah yang tidak dapat menjalankan fungsinya secara benar. Banyak
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah hanya menjadi aksesori saja. Hal
ini berbeda dengan program yang dijalankan oleh Jepang, dan Australia.
Mereka memiliki pengalaman bagus untuk
membuat biaya pendidikan tidak mahal bagi masyarakat. Dengan mengembangkan
konsep CBE, Community-Based Education, maka pemerintah melibatkan tokoh
masyarakat, kaum bisnis, pengusaha, dan kaum berduit lainnya dalam urusan
pendidikan. Mereka diminta membantu pemikiran, gagasan, dan dana untuk
mengembangkan pendidikan baik melalui komite sekolah (school committee), dewan
pendidikan (board of education), atau secara langsung berhubungan dengan pihak
sekolah. Banyak hasil yang dipetik dari program ini.
2.2. Kasus Biaya Pendidikan yang Mahal
Beberapa kasus di bawah ini menjadi cermin
mahalnya pendidikan di Indonesia, yaitu:
a. Kabupaten Biak Numfor, Papua
Sejumlah orang tua siswa di Kabupaten Biak
Numfor, Papua mengeluhkan besarnya punggutan biaya pendidikan yang dikutip
berbagai sekolah pada penerimaan murid baru tahun ajaran 2011/2012. Pungutan
ini berkisar Rp500.000, hingga Rp3.000.000. Berbagai punggutan biaya pendidikan
siswa baru di antaranya untuk membeli pakaian seragam, buku paket, biaya masa
orientasi siswa, pakaian olahraga, batik, topi, dasi hingga hingga membayar
kartu pelajar. Orangtua murid berharap kalangan Dinas Pendidikan maupun DPRD
dapat melakukan investigasi terhadap punggutan biaya pendidikan pada waktu
pendaftaram siswa baru tahun ajaran 2011/2012. Biaya pungutan pendidikan dapat
dilakukan panitia maupun pihak sekolah pada calon siswa baru, namun diharapkan
tidak memberatkan orang tua siswa.
b. SMAN wilayah Jawa Timur
Berdasarkan hasil skripsi dari Sunarni,
Universitas Negeri Malang (Program Studi Manajemen Pendidikan, 2007) tentang analisis perbedaan pembiayaan pendidikan
siswa sekolah menengah atas negeri berdasarkan geografi ekonomi di Propinsi
Jawa Timur menyatakan bahwa besar biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa SMAN
di Jawa Timur rata-rata per tahun biaya langsung Rp7.726.667 dan biaya tak
langsung Rp3.213.333 sehingga biaya
pendidikan Rp10.940.000. Jika 3 tahun menempuh pendidikan menengah untuk biaya
langsung Rp23.180.000 dan biaya tak
langsung Rp9.640.000, sehingga biaya
pendidikan sebesar Rp32.820.000.
Untuk penyebab mahalnya biaya pendidikan itu
sendiri seperti, biaya pendaftaran ketika masuk (SMAN), uang pangkal masuk
sekolah/pembangunan gedung, daftar ulang pada waktu kenaikan kelas, instrumen
kegiatan belajar mengajar, biaya SPP, biaya praktikum, ujian teori, ujian praktek,
biaya buku pelajaran/latihan/LKS, langganan majalah, biaya pengambilan ijazah,
dan legalisir.
2.3. Penyebab Biaya Pendidikan yang Mahal
Berdasarkan permasalahan yang
sudah dijabarkan sebelumnya, secara umum faktor penyebab melambungnya biaya
pendidikan di Indonesia adalah:
a. Gaji Guru dan Pegawai
Sama dengan gaji/penghasilan
profesi lainnya, gaji guru dan karyawan sekolah hampir pasti juga selalu naik
setiap tahun. Walaupun prosentase kenaikan tidak tinggi tetapi apabila
dikalikan seluruh guru dan karyawan tetntu saja akan berpengaruh besar terhadap
anggaran.
b. Biaya Gedung
Biaya pembangunan/renovasi gedung
yang menghabiskan ratusan juta rupiah itu biasanya menjadi tanggungan para wali
murid. Kronologisnya setiap tahun ajaran baru, sekolah selalu membuat rencana
pembangunan/renovasi gedung. Sebagai contoh setelah dihitung nominalnya
Rp500.000.000. Dari jumlah itu kemudian dibagi dengan jumlah seluruh siswa baru
yang masuk, misalnya saja ada 500 siswa maka setiap wali murid dikenakan beban
sebesar Rp1.000.000. Sebagai catatan,
kronologis semacam itu berlaku untuk sekolah yang 100% mengandalkan pembiayaan
dari wali murid.
Di beberapa sekolah, pembiayaan
gedung semacam ini biasanya juga dibantu oleh pemda, investor, atau dari hasil
usaha sekolah. Instrumen KBM Sekolah
yang baik, umumnya memiliki instrumen kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
lengkap. Maksud instrumen di sini adalah alat peraga atau pelengkap kegiatan
belajar mengajar. Termasuk di antaranya laboratorium IPA, laboratorium
komputer, Lapangan olahraga, kolam renang, sound sistem, VCD player, televisi,
tape recorder, handycam, dll. Pengadaan instrumen semacam ini tidak jarang juga
dibebankan oleh sekolah kepada wali murid.
c. Seragam Sekolah
Untuk siswa yang reguler, seragam
sudah menjadi kewajiban. Hampir tiap tahun orang tua mengeluarkan anggaran
ekstra untuk pengadaan seragam sekolah anak-anaknya. Biasanya, sekolah tidak
menerapkan satu stel saja tetapi tiga stel dengan motif dan warna yang
berbeda-beda untuk dipakai selama seminggu serta satu stel seragam olahraga. Wali murid pun terkadang tidak leluasa untuk membeli bahan seragam
dari luar. Artinya, mau tidak mau mereka harus membeli bahan seragam dari
sekolah yang harganya jauh lebih mahal daripada beli di luar sekolah.
d. Buku Pelajaran
Setali tiga uang dengan seragam
sekolah, buku-buku pelajaran pun hampir setiap tahun berganti-ganti. Bukan
karena buku yang lama tidak bagus, tapi kembali pada memanfaatkan kesempatan
untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena bonus yang besar dari pihak
penerbit buku, sekolah pun memaksakan siswanya membeli buku tertentu. Buku-buku
yang ditentukan pun biasanya tidak ada di toko buku, kalau pun ada siswa tetap
tidak diperbolehkan membeli buku di luar.
e. Daftar Ulang
Sekolah mewajibkan setiap siswanya
melakukan daftar ulang saat pergantian tahun ajaran atau kenaikan kelas.
Sebenarnya tidak ada hal yang sangat penting mengenai proses daftar ulang ini
selain motif mencari dana segar. Sekolah sengaja membuat pos-pos daftar
pengeluaran selama setahun yang seringkali hanya sekedar rekayasa saja. Karena
sebenarnya pos-pos itu sudah dibiayai oleh SPP bulanan. Namun, wali murid
sering tidak menyadari hal itu dan kebanyakan tidak mau tahu.
f. Program Sekolah
Poin terakhir ini memang sifatnya
temporer. Terkadang ada terkadang tidak. Tapi sekali diadakan, maka dapat
dipastikan akan menelan anggaran yang besar. Program-program seperti ini
umumnya tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar. Alih-alih ingin
rekreasi pihak sekolah mewajibkan siswanya mengikuti kegiatan study tour.
Selain itu ada juga perkemahan, kegiatan ekstrakurikuler, studi banding, praktek
lapangan, kegiatan keagamaan, dll.
Itulah beberapa hal yang
menyebabkan pembiayaan sekolah semakin hari terasa semakin mahal. Namun karena
masing-masing sekolah memiliki program dan kebijakan yang berbeda, bisa saja
ada yang lebih dari itu atau bahkan kurang.
2.4. Dampak mahalnya biaya pendidikan di Indonesia
Secara
umum, dampak dari mahalnya biaya pendidikan adalah:
a.
Lemahnya
Sumber Daya Manusia
Salah
satu sektor strategis dalam usaha pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di
Indonesia adalah sektor pendidikan. Sektor pendidikan ini memberikan peran yang
sangat besar dalam menentukan kualitas dan standar SDM di Indonesia untuk
membangun Indonesia yang lebih baik kedepannya. Sebagai salah satu entity atau
elemen yang terlibat secara langsung dalam dunia pendidikan, pelajar merupakan
pihak yang paling merasakan seluruh dampak dari perubahan yang terjadi pada
sektor pendidikan di Indonesia. Tak peduli apakah dampak tersebut baik atau
buruk.
Permasalahan
yang ikut membawa dampak sangat besar pada pelajar adalah permasalahan mengenai
mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Permasalahan ini dinilai sebagai
permasalahan klasik yang terus muncul kepermukaan dan belum selesai hingga
sekarang. Padahal, tingginya biaya pendidikan saat ini tidak sesuai dengan mutu
atau kualitas serta output pendidikan itu sendiri. Kenyataan tersebut dapat
dilihat dari masih tingginya persentase pengangguran terdidik (Sarjana) yaitu
sekitar 1,1 juta orang (Data BPS - 2009). Penyebab banyaknya pengangguran
terdidik ini terlihat beragam dan menjadi semakin ironis jika dilihat dari
mahalnya seorang pelajar (terdidik) telah membayar uang kuliah atau uang
sekolah mereka.
b.
Lemahnya
Taraf Ekonomi Masyarakat
Pendidikan
memiliki daya dukung yang representatif atas pertumbuhan ekonomi. Tyler
mengungkapkan bahwa pendidikan dapat meningkatkan produktivitas kerja
seseorang, yang kemudia akanmeningkatakan pendapatannya. Peningkatan pendapatan
ini berpengaruh pula kepada pendapatan nasional negara yang bersangkutan, untuk
kemudian akan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat berpendapatan
rendah. Sementara itu Jones melihat pendidikan sebagai alat untuk menyiapkan
tenaga kerja terdidik dan terlatih yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan
ekonomi suatu negara.
Jones
melihat, bahwa pendidikan memiliki suatu kemampuan untuk menyiapkan siswa
menjadi tenaga kerja potensial, dan menjadi lebih siap latih dalam pekerjaannya
yang akan memacu tingkat produktivitas tenaga kerja, yang secara langsung akan
meningkatakan pendapatan nasional. Menurutnya, korelasi antara pendidikan
dengan pendapatan tampak lebih signifikan di negara yang sedang membangun.
Sementara itu Vaizey melihat pendidikan menjdi sumber utama bakat-bakat terampil
dan terlatih. Pendidikan memegang peran penting dalam penyediddan tenaga kerja.
Ini harus menjadi dasar untuk perencanaan pendidikan, karena pranata ekonomi
membutuhkan tenaga- tenaga terdidik dan terlatih.
Permasalahan
yang dihadapai adalah jarang ada ekuivalensi yang kuat antara pekerjaan dan
pendidikan yang dibutuhkan yang mengakibatkan munculnya pengangguran terdidik
dant erlatih. Oleh karena itu, pendidikan perlu mengantisipasi kebutuhan. Ia
harus mampu memprediksi dan mengantisipasi kualifikasi pengetahuan dan
keterampilan tenaga kerja. Prediksi ketenagakerjaan sebagai dasar dalam
perencanaan pendidikan harus mengikuti pertumbuhan ekonomi yang ada kaitannya
dengan kebijaksanaan sosial ekonomi dari pemerintah.
c.
Kurangya
Kesadaran Masyarakat Akan Kesehatan
Semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka semakin sadar akan pentingnya kesehatan. Pada
jenjang pendidikan tinggi, peran pendidikan sangat sentral dalam menghasilkan
output-output yang akan berkontribusi untuk mentransformasikan pengetahuan
kepada masyarakat dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi
kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk mereflesikan dan mengimplementasikan
manajeman kesehatan yang berkualitas, saat ini telah banyak
pendidikan-pendidikan tinggi baik universitas maupun institusi yang telah
membuka program kesehatan seperti jurusan kedokteran, manajemen kesehatan,
keperawatan, dan sebagainya. Dengan adanya program seperti ini diharapkan
terlahir generasi-generasi baru yang paham dan memiliki kemampuan serta
kredibiolitas dalam menguapayakan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat
Indonesia.
Selain
itu, pendidikan tinggi diantaranya universitas merupakan pendidikan tertinggi
yang bertugas memberikan pengabdian kepada masyarakat dalam berbagai bentuk
yang bermanfaat. Dalam hal ini, jurusan dari berbagai pendidikan kesehatan
dalam melakukan program pengabdian masyarakat seperti pengobatan gratis dan
sebagainya yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam membantu
masyarakat yang membutuhkan mendapatkan pemeriksaan kesehatan.
2.5. Solusi Meminimalisasi Biaya Pendidikan
Berdasarkan faktor penyebab mahalnya
pendidikan di Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah
maupun masyarakat sebagai berikut:
a. Memperbesar
dana APBN untuk pendidikan, yaitu sesuai dengan undang-undang sebesar 20% dari total APBN. Dengan meningkatnya
dan adari APBN dapat menutup biaya yang diperlukan sehingga tidak terlalu
memberatkan wali murid.
b. Dinas Pendidikan terkait melakukan investigasi terhadap
pungutan biaya pendidikan pada waktu pendaftaran, sehingga tidak memberatkan
orang tua murid.
c. Melibatkan
unsur masyarakat, terutama mereka yang mampu secara ekonomi. Seperti yang kita
tahu bahwa sekolah tidak akan lepas dari hubungan dengan masyarakat sehingga
sekolah dapat lebih meningkatkan hubungan tersebut dengan menjalin kerjasama
dengan tokoh-tokoh atau pengusaha masyarakat sekitar sehingga dapat menghimpun
dana atau program yang dapat membantu meminimalisasi biaya pendidikan.
d. Masalah
fasilitas atau program sekolah yang dapat membengkakkan biaya pendidikan, dapat
diselesaikan dengan cara pengaturan dalan pembuatan kebijakan sekolah yang
lebih ramping lagi. Sekolah harus merinci kegiatan atau fasilitas apa saja yang
bersifat primer dan sekunder. Sehingga tidak ada biaaya yang terbuang sia-sia.
Seperti halnya biaya buku, seragam, study tour memang harus dipilah
dengan hati-hati.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan paparan mengenai biaya pendidikan
di Indonesia, dapat disimpulkan:
a. Terlihat sebuah ketimpangan yang sangat mencolok, yaitu
mahalnya pendidikan di Indonesia terutama untuk jenjang SMA dan buruknya
kualitas SDM yang dihasilkan. Mayoritas institusi pendidikan Indonesia berdalih
meningkatkan anggaran pendidikan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan
itu sendiri.
b. Contoh kasus mahalnya pendidikan Idnonesia adalah kasus
yang terjadi di Kabupaten Biak Numfor, Papua dan SMAN wilayah Jawa Timur.
c.
Secara umum faktor penyebab melambungnya biaya pendidikan
di Indonesia adalah: gaji guru dan pegawai, biaya gedung, seragam sekolah, buku
pelajaran, daftar ulang dan program sekolah.
d. Secara umum, dampak dari mahalnya biaya
pendidikan adalah: lemahnya sumber daya manusia, lemahnya taraf ekonomi
masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan.
e. Berdasarkan faktor penyebab mahalnya pendidikan di
Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah maupun masyarakat
adalah: memperbesar
dana APBN untuk pendidikan, Dinas Pendidikan terkait melakukan investigasi
terhadap pungutan biaya pendidikan pada waktu pendaftaran, sehingga tidak
memberatkan orang tua murid, melibatkan
unsur masyarakat, terutama mereka yang mampu secara ekonomi, sekolah harus
merinci kegiatan atau fasilitas apa saja yang bersifat primer dan sekunder.
3.2. Saran
a. Pemerintah yang seharusnya menjamin pendidikan seluruh
warga negara sesuai dengan UUD 1945 seharusnya juga memberi pendanaan terhadap
sekolah- sekolah yang berlabel swasta karena pendidikan di Indonesia tidak
hanya dilakukan oleh sekolah- sekolah negeri bahkan pendidikan di Indonesia
hampir 70% dilakukan oleh instansi swasta. Jadi pemerintah seharusnya
mengalokasikan 20% biaya pendidikan itu untuk semua instansi.
b.
Pejabat
Departemen Pendidikan Nasional di Jawa Timur, memberikan patokan-patokan dalam
hal pembiyaan pendidikan dan memberikan subsidi kepada siswa yang pandai tetapi
dalam ekonomi keluarga kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Sidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen
Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sunarni. 2007. “Analisis
perbedaan pembiayaan pendidikan siswa sekolah menengah atas negeri berdasarkan
geografi ekonomi di Propinsi Jawa Timur”.
Program Pascasarjana. Universitas Negeri Malang. Malang.
Kadir, Abdul.
2010. Duh! Biaya Pendidikan Kita. (Online). Tersedia: http://www.jeo1.blogspot.com/#artikel6. Diakses 25
Mei 2013
Nachrowi, Djalal Nachrowi. 2003. “Pendidikan
Mahal, Siapa Bertanggung Jawab?”. dalam Kompas. Jakarta. Edisi
Selasa, 24 Juni.
Nandika, Doni. 2004. “Dana Penuntasan Wajib Belajar,
Seberapa Besar?”. dalam Kompas. Edisi Senin, 04 Oktober.
Widodo, Winarso Drajad . 2003. “Selamat Datang
Pendidikan Mahal”. dalam Kompas. Edisi Kamis, 01 Mei.
Antara. 2011. Warga Biak
Keluhkan Mahalnya Biaya Pendidikan yang Dikutip Sekolah. (Online).
Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/regional/nusantara/11/07/11/lo5ae7-warga-biak-keluhkan-mahalnya-biaya-pendidikan-yang-dikutip-sekolah. Diakses: 25 Mei 2013.